Kamis, 04 April 2013

Bunga yang Layu, namun Tetap Wangi


L
etih mulai mengahampiri sekujur tubuhku, namun orang yang kutunggu tak kunjung datang, sudah hampir sejam aku disini, sendiri dalam sebuah ruangan sempit, dengan cahaya yang agak remang, sejenak sempatku berfikir, apakah yang aku lakukan ini salah ?, yaahh, aku memang salah, namun apa boleh buat, inilah jalan hidup ku sekarang, inilah yang harus kujalani. Semuanya berawal ketika aku mulai berusia 17 tahun, saat itu aku duduk di bangku SMA kelas 3, salah satu SMA di Jakarta. Temanku Fani mengundangku ke acara ulang tahunnya yang ke 17, dan diacara itulah aku berkenalan dengan seorang yang bernama dion, pria pertama, yang mulai menyentuh hatiku. aku dan dion lama kelamaan semakin dekat, dia sering sekali mengajakku keluar.
          Cahaya mentari mulai redup, kupercepat langkahku agar segera sampai dirumah sebelum cahaya mentari benar-benar menghilang. Tiba-tiba kurasakan getaran kecil dibalik saku rok seragamku, segera kuraih sumber getaran itu, “kak Dion” itulah nama kontak yang tertera dilayar handphone ku, semunyum mulai merekah di bibirku, dengan gesit ku pencet tombol berwarna hijau, “halo  dani” terdengar suara dibalik handphone,
“yah kak”
“hmm,, ntar malem ada waktu ngak”
“hmmm,, emang kenapa kak ?”
“pengen ngajakin kamu jalan aja, bisa ngak ?”
“bisa kok kak, emang mau kemana kak ?”
“kemana aja deh..!! hmm, nonton gimana ?”
“hmmm boleh boleh,,!!”
“oke aku jemput jam 7 yah,”
Aku hanya menggangguk tanda mengiyakan. Suara dibalik handphone tak terdengar lagi, tanpa sadar aku mulai melompat kegirangan tak peduli akan pandangan orang disekitar ku. Aku sendiri tak tau, kenapa aku menyukai dion, mungkin karena tutur katanya yang selalu indah terdengar oleh indera pendengaranku, atau karena wajahnya yang tampan, atau mungkin karena kedua-duanya.
          Lampu mulai diredupkan, film mulai ditayangkan, hanya ada aku dan dion dibarisan ke -5 kursi bioskop, film yang sangat romantic, hingga membuatku, hampir meneteskan air mata. “dani, aku suka sama kamu” kata dion yang tiba-tiba saja membuyarkan konsentrasiku, “hah..??? maksud kakak…??” tanyaku seolah tak mengerti, dion terdiam sejenak, menatapku, lalu menciumku. aku terdiam, kaget, jantungku berdebar kencang bagaikan bom yang akan segera meledak.
          Semenjak malam itu, aku dan dion mulai menjalin hubungan yang spesial, ciuman, berpelukan, bahkan tidur bersama adalah hal biasa untuk kami. Aku tahu yang kulakukan ini salah, tapi entah kenapa aku tak kuasa jika telah berhadapan dengannya, aku tak bisa menolakknya, “aku mencintainya” hanya itulah yang terfikir olehku saat itu. Hingga pada suatu malam, aku melihatnya sedang bersama dengan seorang gadis, duduk santai di salah satu kafe di Jakarta, sangat mesra dan hanya mereka berdua, tanpa berfikir panjang aku menghampiri mereka, berteriak pada gadis itu, tak memperdulikan orang-orang yang ada disekitarku, memakinya dengan bahasa yang kasar, yang keluar begitu saja dari mulutku. Yang membuatku benar-benar marah, dan kecewa adalah Dion, dia lebih memilih gadis itu, dia pergi begitu saja dengan gadis itu, tanpa memperdulikanku.
Rasa sakit yang mendalam, tak ada tempat untukku berbagi cerita, orang tua, mereka sibuk dengan urusan mereka sendiri, kak Rama pun begitu, dan sahabat, aku tak punya. “Tak ada yang menginginkanku, tak ada yang peduli padaku, aku hanyalah sampah” itu lah yang ada difikiranku saat itu. Kulampiaskan semua kekesalanku, rasa sakitku, segala kepedihan yang kurasakan, kulampiaskan di tempat yang benama diskotik, sebuah tempat yang kukenal dari seorang teman, yang katanya ditempat itulah segala sesuatu akan menjadi asik, semua masalah akan terselesaikan dengan sendirinya. Yah, dan memang benar semua terselesaikan dengan sendirinya, ditempat itu pula aku mulai mengenal tante teri, tante yang sangat memperhatikanku, dan hampir setiap malam dia memperkenalkanku pada pria, pria yang katanya mampu memberiku kehangatan.
Semakin aku menunggu orang itu, seseorang yang katanya akan memberikan kehangatan untukku, namun tak kunjung datang, dingin mulai marasuk sekujur tubuhku, hingga akhirnya aku tertidur dalam kehangatan selimut.